di bulan Desember..."
Sebuah petikan lirik lagu dari Efek Rumah Kaca, yang terdengar syahdu diperdengarkan selepas hujan di bulan Desember seperti sekarang ini. Siapapun yang mendengarnya, saya yakin pasti punya imeji yang sama. Tanah basah dengan kabut tipis yang membawa suasana adem dan damai. Ya memang harusnya seperti itulah suasana bulan Desember. Pokoknya bulan akhir tahun itu selalu bikin malas gerak dari tempat tidur sambil gesek-gesekin kaki di sprei. *eh itu mah aing*
Tapi ngomong-ngomong, apakah kalian merasakan hal yang sama jika bulan Desember kali ini tak seadem dan sedamai bulan-bulan Desember tahun sebelumnya?
Musim hujan masih datang rutin seperti biasa kok. Membasahi tanah sampai rumput tetangga lebih hijau. Namun karena bulan Desember kali ini mendekati pemilu yang akan diselenggarakan sebentar lagi jadi rasanya tak seadem dan sedamai biasanya. Yang ada justru semakin panas dan gerah. Bener gak? Lihat saja bagaimana orang-orang yang suka bertikai demi membela calon pemimpin yang mereka dukung. Saling menjelekkan, menjatuhkan, bahkan memfitnah. Sedihnya lagi, bukan visi misi calon pemimpin yang mereka perdebatkan, melainkan soal isu SARA.
Karena sekarang kita berada di era digital, maka sosial media menjadi tempat yang paling banyak dijadikan arena pertikaian ini. Miris gak sih kalau baca status atau tulisan yang selalu bernada kebencian? Ini hal yang cukup serius lho. Bisa merusak keharmonisan hubungan sosial. Yang tadinya teman bisa jadi lawan, bahkan yang masih saudara saja bisa jadi terasa bukan siapa-siapa. Gak jarang juga karena beda pandangan kemudian saling unfollow, unfriend, atau bahkan block. Kehidupan sosial pun akhirnya dikotak-kotakkan antara satu golongan dengan golongan lain. Lalu apa kabar dengan kesatuan dan persatuan?
Kalian masih ingat gak sih dengan 4 pilar kebangsaan? kalau dulu zaman sekolah kita sudah pelajari di kelas, maka harusnya sekarang kita sudah paham untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Biar hidup jadi tentram, damai, sentosa, tanpa ada huru-hara yang hanya bisa memecah belah kesatuan NKRI, begitu.
Tempo hari, saya hadir dalam acara Netizen Gathering MPR, di mana kami berkesempatan ngobrol dan berdiskusi langsung bersama Bapak Ma'ruf Cahyono, Sesjen MPR RI. Yang utama beliau sampaikan dalam obrolan kali itu, adalah tentang 4 pilar kebangsaan ini. Jadi pada blogpost kali ini mungkin bisa saya tuliskan untuk sekedar mengingatkan. JIL *ini maksudnya emot namaste biar kayak yang netizen lakukan kalau bilang sekedar mengingatkan* ehehe ngoks!!!
Pengertian 4 pilar kebangsaan adalah tiang penyangga yang kokoh untuk menjaga dan menjadi panutan dalam keutuhan bangsa Indonesia. Keempat pilar ini tentu harus dipahami dan diamalkan oleh seluruh masyarakat Indonesia demi menangkal berbagai bentuk ancaman baik dari dalam maupun dari luar. Satu tiang saja rapuh, bisa saja terjadi kecacatan. Lalu apa saja 4 pilar kebangsaan tersebut?
1. Pilar Pancasila
Pancasila merupakan ideologi yang selama ini dianut oleh Bangsa Indonesia. Pancasila dianggap ideologi paling tepat bagi bangsa ini karena mampu mewakili keberagaman Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai agama, suku, dan budaya.
Seperti pada sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa", memberikan kebebasan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memeluk dan menjalankan ibadah menurut kepercayaannya yang diakui di Indonesia. Atau pada sila kedua yang berbunyi "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" yang menyatakan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Semua warga negara memiliki harkat dan martabat yang sama yang adil dan beradab.
Adalah tugas kita sebagai warga negara yang baik untuk selalu menjaga dan mengamalkan ideologi pancasila ini dalam kehidupan sehari-hari. Seandainya ada ideologi lain yang dipaksakan untuk mengganti ideologi pancasila merupakan sebuah bentuk ancaman yang harus diantisipasi oleh seluruh warga negara Indonesia.
2. Pilar Undang-undang dasar 1945
Pilar kedua adalah undang-undang dasar 1945. Kita sebagai warna negara sudah seharusnya memahami pembukaan undang-undang dasar 1945 ini. Maka tak heran jika sejak di bangku SD kita sudah sering mendengar bahkan menghafal teks pembukaan undang-undang dasar 1945 ini, terutama saat upacara bendera setiap hari senin.
Dengan memahami prinsip dalam pembukaan undang-undang 1945, kita dapat melakukan evaluasi terhadap pasal-pasal yang terdapat pada batang tubuh UUD yang menjadi derivatnya.
3. Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bangsa Indonesia memiliki sejarah panjang tentang kemerdekaan hingga akhirnya terbentuk negara kesatuan republik ini. Banyak hal yang menjadi pertimbangan mengapa para pendiri bangsa memilih negara kesatuan menjadi bentuk negara Indonesia.
Salah satunya adalah karena sejarah strategi pecah belah (devide et impera) yang dilakukan oleh Belanda bisa berhasil karena Indonesia yang belum menjadi sebuah kesatuan pada masa penjajahan. Jadi tidak heran jika sekarang ada semboyan "NKRI harga mati". Semboyan ini bukan sekedar semboyan saja, tetapi juga menjadi semangat kita untuk terus mempertahankan keutuhan NKRI. Bagaimanapun kesatuan RI tidak didapat dengan mudah. Ada bayaran yang harus diganjar para pejuang terdahulu dengan mempertaruhkan hidup dan matinya. Jadi tidak sepantasnya jika kita yang tinggal mempertahankan keutuhannya saja dengan mudahnya terpecah belah.
4. Pilar Bhineka Tunggal Ika
Semboyan ini sudah ada sejak kerajaan Majapahit pada pemerintahan Raja Hayamwuruk, yang artinya "Berbeda-beda tetapi satu jua."
Indonesia terdiri dari beragam suku, ras, dan agama. Menjadi kesatuan adalah sebuah pencapaian luar biasa yang tidak dimiliki oleh negara lainnya. Lihat saja bagaimana keindahan Indonesia yang majemuk ini bisa hidup dalam satu bendera, satu bangsa, dan satu bahasa. Sudah seharusnya kan kita memelihara keindahan ini dengan hidup damai berdampingan?
Malam itu, kami larut dalam diskusi santai yang asik. Meski bahasan kami cukup berat (bagi saya), nyatanya susana forum tak terasa kaku sama sekali. Saat diminta untuk bertanya, beberapa teman blogger bahkan mengutarakan beberapa pendapatnya mengenai kasus yang ada di daerahnya.
Misalnya saat salah seorang peserta, Hanifa mengungkapkan kasus viral pemotongan simbol agama pada pemakaman seorang warga di daerah Kotagede yang masyarakatnya beragama mayoritas. Kasus yang menyinggung perihal agama atau keyakinan seperti ini di negara kita memang selalu menjadi hal yang sensitif. Toleransi antar umat beragama yang sudah diajarkan pada kita sejak di bangku sekolah nyatanya tidak bisa diterima oleh semua orang. Buktinya? ya masih ada kasus yang terjadi semacam itu.
Masih soal agama, salah satu peserta lain mengungkapkan pernah melihat mahasiswa yang menyebarkan sebuah ideologi agama tertentu untuk menggantikan ideologi pancasila yang menurutnya tidak sesuai dengan agama yang dianutnya. Hal itu jelas sebuah tindakan yang tidak sesuai dengan 4 pilar kebangsaan kita. Bagaimanapun NKRI terdiri dari beragam agama, dan pancasila merupakan ideologi yang dapat membawa semua agama dalam satu payung. Menggantikan ideologi pancasila dengan ideologi agama tertentu sama saja dengan merampas hak rakyat Indonesia untuk bebas memeluk agamanya.
Tindakan intoleran atau pemaksaan keyakinan pribadi/golongan tertentu semacam ini hanyalah memecah belah kerukunan dan mengancam keutuhan NKRI. Pun dengan tindakan saling menjatuhkan calon pemimpin dan pendukungnya seperti yang sudah saya tulis di awal tadi. Seyogiyanya, sebagai negara demokrasi kita bisa saling menghargai pilihan masing-masing di pemilu nanti. Tak perlu saling menjatuhkan, mengejekkan, bahkan memfitnah.
Yang perlu kita berdebatkan adalah visi, misi, dan program kerja calon pemimpin, bukan yang lain. Tidakkah rindu dengan pemilu yang luber jurdil? langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil?
Berhentilah menebar kebencian, hormati setiap perbedaan pilihan. Sebelum bertengkar selalu ingat tentang empat pilar. Selamat menyambut tahun baru 2019 dan bersiaplah memilih pemimpin yang sesuai dengan hati nurari masing-masing. MERDEKA!
Karena sekarang kita berada di era digital, maka sosial media menjadi tempat yang paling banyak dijadikan arena pertikaian ini. Miris gak sih kalau baca status atau tulisan yang selalu bernada kebencian? Ini hal yang cukup serius lho. Bisa merusak keharmonisan hubungan sosial. Yang tadinya teman bisa jadi lawan, bahkan yang masih saudara saja bisa jadi terasa bukan siapa-siapa. Gak jarang juga karena beda pandangan kemudian saling unfollow, unfriend, atau bahkan block. Kehidupan sosial pun akhirnya dikotak-kotakkan antara satu golongan dengan golongan lain. Lalu apa kabar dengan kesatuan dan persatuan?
Kalian masih ingat gak sih dengan 4 pilar kebangsaan? kalau dulu zaman sekolah kita sudah pelajari di kelas, maka harusnya sekarang kita sudah paham untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Biar hidup jadi tentram, damai, sentosa, tanpa ada huru-hara yang hanya bisa memecah belah kesatuan NKRI, begitu.
Tempo hari, saya hadir dalam acara Netizen Gathering MPR, di mana kami berkesempatan ngobrol dan berdiskusi langsung bersama Bapak Ma'ruf Cahyono, Sesjen MPR RI. Yang utama beliau sampaikan dalam obrolan kali itu, adalah tentang 4 pilar kebangsaan ini. Jadi pada blogpost kali ini mungkin bisa saya tuliskan untuk sekedar mengingatkan. JIL *ini maksudnya emot namaste biar kayak yang netizen lakukan kalau bilang sekedar mengingatkan* ehehe ngoks!!!
Ngobrol bareng MPR RI |
Pengertian 4 pilar kebangsaan adalah tiang penyangga yang kokoh untuk menjaga dan menjadi panutan dalam keutuhan bangsa Indonesia. Keempat pilar ini tentu harus dipahami dan diamalkan oleh seluruh masyarakat Indonesia demi menangkal berbagai bentuk ancaman baik dari dalam maupun dari luar. Satu tiang saja rapuh, bisa saja terjadi kecacatan. Lalu apa saja 4 pilar kebangsaan tersebut?
1. Pilar Pancasila
Pancasila merupakan ideologi yang selama ini dianut oleh Bangsa Indonesia. Pancasila dianggap ideologi paling tepat bagi bangsa ini karena mampu mewakili keberagaman Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai agama, suku, dan budaya.
Seperti pada sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa", memberikan kebebasan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memeluk dan menjalankan ibadah menurut kepercayaannya yang diakui di Indonesia. Atau pada sila kedua yang berbunyi "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" yang menyatakan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Semua warga negara memiliki harkat dan martabat yang sama yang adil dan beradab.
Adalah tugas kita sebagai warga negara yang baik untuk selalu menjaga dan mengamalkan ideologi pancasila ini dalam kehidupan sehari-hari. Seandainya ada ideologi lain yang dipaksakan untuk mengganti ideologi pancasila merupakan sebuah bentuk ancaman yang harus diantisipasi oleh seluruh warga negara Indonesia.
2. Pilar Undang-undang dasar 1945
Pilar kedua adalah undang-undang dasar 1945. Kita sebagai warna negara sudah seharusnya memahami pembukaan undang-undang dasar 1945 ini. Maka tak heran jika sejak di bangku SD kita sudah sering mendengar bahkan menghafal teks pembukaan undang-undang dasar 1945 ini, terutama saat upacara bendera setiap hari senin.
Dengan memahami prinsip dalam pembukaan undang-undang 1945, kita dapat melakukan evaluasi terhadap pasal-pasal yang terdapat pada batang tubuh UUD yang menjadi derivatnya.
3. Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bangsa Indonesia memiliki sejarah panjang tentang kemerdekaan hingga akhirnya terbentuk negara kesatuan republik ini. Banyak hal yang menjadi pertimbangan mengapa para pendiri bangsa memilih negara kesatuan menjadi bentuk negara Indonesia.
Salah satunya adalah karena sejarah strategi pecah belah (devide et impera) yang dilakukan oleh Belanda bisa berhasil karena Indonesia yang belum menjadi sebuah kesatuan pada masa penjajahan. Jadi tidak heran jika sekarang ada semboyan "NKRI harga mati". Semboyan ini bukan sekedar semboyan saja, tetapi juga menjadi semangat kita untuk terus mempertahankan keutuhan NKRI. Bagaimanapun kesatuan RI tidak didapat dengan mudah. Ada bayaran yang harus diganjar para pejuang terdahulu dengan mempertaruhkan hidup dan matinya. Jadi tidak sepantasnya jika kita yang tinggal mempertahankan keutuhannya saja dengan mudahnya terpecah belah.
4. Pilar Bhineka Tunggal Ika
Semboyan ini sudah ada sejak kerajaan Majapahit pada pemerintahan Raja Hayamwuruk, yang artinya "Berbeda-beda tetapi satu jua."
Indonesia terdiri dari beragam suku, ras, dan agama. Menjadi kesatuan adalah sebuah pencapaian luar biasa yang tidak dimiliki oleh negara lainnya. Lihat saja bagaimana keindahan Indonesia yang majemuk ini bisa hidup dalam satu bendera, satu bangsa, dan satu bahasa. Sudah seharusnya kan kita memelihara keindahan ini dengan hidup damai berdampingan?
Ngobrol bareng MPR RI |
Misalnya saat salah seorang peserta, Hanifa mengungkapkan kasus viral pemotongan simbol agama pada pemakaman seorang warga di daerah Kotagede yang masyarakatnya beragama mayoritas. Kasus yang menyinggung perihal agama atau keyakinan seperti ini di negara kita memang selalu menjadi hal yang sensitif. Toleransi antar umat beragama yang sudah diajarkan pada kita sejak di bangku sekolah nyatanya tidak bisa diterima oleh semua orang. Buktinya? ya masih ada kasus yang terjadi semacam itu.
Masih soal agama, salah satu peserta lain mengungkapkan pernah melihat mahasiswa yang menyebarkan sebuah ideologi agama tertentu untuk menggantikan ideologi pancasila yang menurutnya tidak sesuai dengan agama yang dianutnya. Hal itu jelas sebuah tindakan yang tidak sesuai dengan 4 pilar kebangsaan kita. Bagaimanapun NKRI terdiri dari beragam agama, dan pancasila merupakan ideologi yang dapat membawa semua agama dalam satu payung. Menggantikan ideologi pancasila dengan ideologi agama tertentu sama saja dengan merampas hak rakyat Indonesia untuk bebas memeluk agamanya.
Tindakan intoleran atau pemaksaan keyakinan pribadi/golongan tertentu semacam ini hanyalah memecah belah kerukunan dan mengancam keutuhan NKRI. Pun dengan tindakan saling menjatuhkan calon pemimpin dan pendukungnya seperti yang sudah saya tulis di awal tadi. Seyogiyanya, sebagai negara demokrasi kita bisa saling menghargai pilihan masing-masing di pemilu nanti. Tak perlu saling menjatuhkan, mengejekkan, bahkan memfitnah.
Yang perlu kita berdebatkan adalah visi, misi, dan program kerja calon pemimpin, bukan yang lain. Tidakkah rindu dengan pemilu yang luber jurdil? langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil?
Berhentilah menebar kebencian, hormati setiap perbedaan pilihan. Sebelum bertengkar selalu ingat tentang empat pilar. Selamat menyambut tahun baru 2019 dan bersiaplah memilih pemimpin yang sesuai dengan hati nurari masing-masing. MERDEKA!
Dengan tidak menyebarkan berita berita hoaks juga turut mendukung kebangsaaan negara, agar masyarakat tidak terpengaruh terhadap isu isu yang beredar..
ReplyDeleteBetuuul
Delete